Saturday, February 27, 2010

Berbuat Seolah-Olah


Seorang mahasiswi mengeluh “duh gimana caranya gue mau nyelesai nih tugas kalo gue selalu NGERASA nggak mood buat ngerjain?”

Seorang anak mengeluh “gimana gue mau maafin dan sayang sama bokap gue kalo gue nggak NGERASA begitu?”

Seorang istri berkeluh “ aku ingin mempertahankan pernikahanku tapi bagaimana caranya jika aku tidak lagi MERASA mencintai suamiku?”

Seorang pengurus persekutuan mahasiswa mengeluh “ Bagaimana ya aku harus berdoa buat orang lain padahal aku sendiri aja tidak MERASA peduli dengan orang yang harus kudoakan?”

Seorang pendeta juga mengeluh “Ya Tuhan, Engkau memintaku untuk mengasihi jemaatMu. Tapi bagaimana aku harus mengasihi mereka jika aku tidak MERASA mengasihi mereka?”

apa sih yang sama dari semua keluhan mereka?

Semuanya berharap perasaan muncul terlebih dahulu untuk dapat bertindak.

Jika kita ingin mengerjakan tugas kuliah tetapi tidak mood, jika kita ingin mengasihi dan memaafkan ayah/ibu kita tetapi tidak merasa begitu, jika kita ingin mempertahankan hubungan pernikahan tetapi tidak yakin apakah kita masih mencintai pasangan kita, jika kita ingin memperhatikan & mendoakan orang lain tetapi tidak merasa mengasihi mereka mulailah dengan “berbuat seolah-olah”!

Bertindaklah seolah-olah kamu mood mengerjakan tugas: siapkan buku-buku yang akan dibaca, matikan tv/internet/apapun yang menganggu fokus, duduk di depan meja jangan di atas kasur yang akan memikat kita untuk zzz!

Bertindaklah seolah-olah kamu sudah memaafkan orang tuamu: ucapkan “aku memaafkan ayah” atau “aku sayang pada ibu”, beri mereka kecupan atau senyum sapaan di pagi hari, beri mereka pelukan, beri mereka hadiah ulang tahun.

Bertindaklah seolah-olah kamu mencintai pasanganmu: beri ia kejutan, tunjukkan rasa sayang, berikan hadiah, lakukan hal kecil tapi berarti untuknya contohnya membantunya membersihkan rumah, bersikaplah penuh perhatian.


Bertindaklah seolah-olah kamu mengasihi jemaat: sering-sering menyapa mereka, tanyakan kabar mereka, membuka diri mendengar curhat mereka (yang mungkin menurut kita lebih tidak penting dari masalah kita), bawalah pokok doa mereka dalam doa pribadi kita.

Meski semua tindakan seolah-olah itu mungkin membuat anda MERASA tidak bersungguh-sungguh, seringkali perubahan perilaku dari satu pihak akan membangkitkan perubahan luar biasa dari pihak lainnya. Kalaupun tidak (yang kuasumsikan belum), tindakan-tindakan tersebut kemungkinan akan mengubah kita sehingga akhirnya dapat sungguh-sungguh melakukannya.

Lalu pertanyaannya sekarang apakah “berbuat seolah-olah” tidak seperti tindakan yang munafik? Tidak sama sekali karena “berbuat seolah-olah” hanya dilakukan ketika kita sudah berada dalam sebuah perjanjian, sebuah komitmen kalau kita akan menjalani hubungan atau tanggung jawab itu. Jika cinta bukan sekedar perasaan apalagi tugas-tugas kuliah & pelayanan..hehehe…

Kasih tidak datang karena ada perasaan terlebih dahulu (begitu juga kerajinan ->pesan untuk seseorang yang selalu merasa malas xp). Itulah sebabnya mengasihi seseorang membutuhkan lebih dari sekedar perasaan. Ia melibatkan pilihan dan penyangkalan diri. because love isn’t a feeling .


from: Facebook

Saturday, February 20, 2010

Anak yang mencoret mobil ayah nya


Sepasang suami isteri - seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur. Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.


Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan, tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.


Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya.. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.


Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa ini !!!” …. Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih2 melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘ Saya tidak
tahu..tuan.” “Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” hardik si isteri lagi.


Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata “DIta yg membuat gambar itu ayahhh.. cantik … kan !” katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa.. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali2 ke telapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya.


Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tdk tahu hrs berbuat apa… Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.


Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka2 dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka2nya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan
anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. “Oleskan obat saja!” jawab bapak si anak.


Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. “Dita demam, Bu”…jawab pembantunya ringkas. “Kasih minum panadol aja ,” jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.


Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. “Sore nanti kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah siap” kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik.. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius.

Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. “Tidak ada pilihan..” kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut…”Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah” kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.

Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan
habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. “Ayah.. ibu… Dita tidak akan melakukannya lagi…. Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi… Dita sayang ayah.. sayang ibu.”, katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. “Dita juga sayang Mbok Narti..” katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.

“Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya lagi!
Bagaimana caranya Dita mau makan nanti?
Bagaimana Dita mau bermain nanti?
Dita janji tdk akan mencoret2 mobil lagi, ” katanya berulang-ulang.
Serasa hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung2 dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf…

Tahun demi tahun kedua orang tua tsb menahan kepedihan dan kehancuran bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yg tak bertepi…, Namun…., si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tsb tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan ayahnya..



Renungan:
1. setelah membaca cerita ini...mengajak kita semua untuk lebih berpikir sebelum melakukan sesuatu...karena kita tidak tau apa yang bakal terjadi oleh kelakuan kita sendiri..^^
2. jangan mengajari anak dengan tangann,,,cukup dengan mulutt saja..itu lebih baee(bukan karena seperti cerita diatas),,tapi moralnya nanti setelah besar akan berbeda dengan anak yg di ajar dengan kasih sayang
3. coba anda pikir kalo melarang orang laen dengan kekerasannn,,orang tersebut kadang akan menggunakan kekerasan pada apa yg akan ia inginkan,,


from: Facebook
Xavier_Live_Notes © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: